Beberapa bulan lalu waktu saya ke SynchronizeFest, saya sempet bertemu dengan Rendy, teman asal Balikpapan. “Kamu nonton siapa aja, Mit?” tanyanya. Saya jawab kalo saya cuma datang untuk nonton Saykoji, artis-artis cilik 90an, dan The Adams. Selebihnya, saya cuma menikmati festival musik dengan berbelanja merchandise dan jajan aja. Belum lama, saat nongkrong bareng Dini, kami membahas tentang pergi liburan yang cuma mau diisi dengan santai di homestay, kalo males keluar ya pesan GoFood, dan nggak mau ke tempat wisata.
Terkesan sayang ya? Tiket festival musik nggak murah, biaya berlibur pun demikian, tapi kok nggak mau dipake semaksimal mungkin? Ngapain pergi dong?
Saya sampai di kesimpulan kalau semua memang punya masa kadaluwarsa. Bukan, bukan berarti saya kehilangan excitement akan sesuatu. Hanya saja saya sudah melewati masa di mana saya sebanyak-banyaknya mereguk semua kesenangan itu. Dan sekarang, di usia yang udah nggak lagi muda, meski saya masih punya tenaga, saya cuma mau menikmati semua tanpa terburu-buru.
Di zamannya, saya sudah puas pergi ke tiap pentas seni sekolah anak Jakarta yang diadakan di Gelora Bung Karno. Merangsek ke depan supaya dapat barisan paling dekat panggung, meneriaki Giring Nidji dan melempar sebatang coklat untuknya, berburu musisi dan artis untuk foto bareng, mendatangi satu panggung ke panggung lain untuk sebanyak-banyaknya nonton tiap artis yang ada, semua udah kelar saya coba kala jiwa masih muda-mudanya.
Sebelas dua belas dengan liburan. Mendatangi tiap tempat wisata yang ada dari pagi sampai malam, mencoba semua kuliner hits, niat banget ikutan kuis biar menang tiket pesawat gratis, jadi blogger untuk AirAsia, menulis semua pengalaman melancong dengan detail dan membagikannya lewat blog ini, apa sih yang belum saya lakukan?
Jadi, jika sekarang saya pergi ke festival musik hanya untuk penyanyi atau band yang saya suka banget, itu pun nggak ambis untuk ada di garda terdepan, atau berlibur cuma dengan niat mau santai di kamar hotel, atau ke Bandung berangkat Subuh pulang malam karena cuma mau sarapan, makan siang, dan makan malam di sana, itu karena saya sudah memasuki fase di mana hidup bukan cuma sekedar kuantitas, intensitas, melainkan kualitas.
Tapi kalau cinta, ada masa kadaluwarsanya nggak? Cinta saya ke Manchester United sih nggak, biarpun selalu dikecewain serta dikasih harapan palsu karena kalah melulu.

