Membaca Itu Mahal

Standard

I’m not trying to be fancy here. Tapi kayaknya saya udah nggak bisa lagi deh berenang di kolam renang biasa. Standar saya udah naik. Harus kolam renang hotel yang ada sun lounger alias kursi berjemurnya, yang kamar mandinya menyediakan handuk, sabun, sampo, lotion dengan aroma menenangkan, ada ruangan khusus buat ngeringin rambut dan dandan, syukur-syukur ada sauna juga.

Semua bermula dari liburan saya di bulan Juli lalu. Di bulan saya berulang tahun ke-40 itu, saya menghabiskan waktu 3 hari di Bali dan 3 hari di Singapura. Hotel yang saya pesan memiliki fasilitas kolam renang yang menyenangkan. Tiap hari, saya sengaja menyempatkan diri untuk ke lantai atas buat cuma sekedar berenang, berendam, berjemur, dan… baca buku. Kegiatan terakhir inilah yang bikin saya kecanduan pergi ke kolam renang hotel. (Memang ya, kita pada akhirnya akan mencapai usia di mana ketika berlibur udah nggak lagi mengejar tempat wisata sebanyak-banyaknya.)

Agak lompat dikit ke belakang, sejarahnya, waktu saya kecil sampai saya sekolah dulu, saya melahap habis buku-buku sambil tiduran di kamar, makan, atau duduk di jam istirahat sekolah. Ketika mulai kerja, saya membaca di dalam perjalanan ke kantor: di angkot, bus, kereta. Tahun 2023 ketika saya melepas pekerjaan mengajar untuk ikut proyek bersama PSSI dan kemudian memutuskan jadi freelancer, ritme membaca saya berantakan. Ternyata, sulit sekali untuk saya menyelesaikan satu buku dalam tempo yang biasa. Jadi freelancer dituntut ada di sini dan di sana di waktu yang tidak tentu. Ketika harus WFH, tidak ada kenikmatan yang saya temukan dari membaca di rumah. Sungguh! Kata tiap kata terasa begitu berat untuk dimaknai dan diserap otak. Namun, jika buku itu saya bawa dalam perjalanan panjang karena kebetulan saya ada kegiatan di luar rumah yang agak jauh, berlembar-lembar tak terasa bergeser.

Sampai akhirnya, di liburan Bali-Singapura itu, saya yang tadinya cuma sekedar membawa buku untuk di pesawat, lalu dibawa ke kolam renang untuk jaga-jaga siapa tau mau baca, ternyata menemukan kembali ritmenya! Suasana kolam renang hotel yang tenang, sun lounger yang nyaman, ternyata menjadi magnet tersendiri bagi saya bisa bersantai lama sambil membaca. Dari total 2 jam, berenangnya mungkin hanya setengah jam!

Balik ke Depok, saya mau mengulang pengalaman yang sama. Jadilah saya mulai pergi berenang di hotel-hotel yang fasilitas kolam renangnya bisa disewa tanpa harus menginap. Alila SCBD, InterContinental, dan Sheraton Grand Jakarta menjadi 3 hotel yang beberapa kali menjadi pilihan. Seminggu sekali atau dua minggu sekali, saya menyempatkan diri untuk having a little me-time reading by the hotel pool. Ah, memang beda rasanya. Saya suka suka banget. Yah, meski membaca jadi memerlukan ongkos lebih tinggi sekarang, tak apa lah! Sebagai seseorang yang bekerja dan juga sedang melanjutkan studi S2 hingga waktu kosong seharian pun nggak punya, saya rasa saya pantas memiliki beberapa jam untuk rileks seperti ini.

Leave a comment