“Nangisnya nonton Surat Kecil Untuk Tuhan kayak nangis waktu Nenek gue meninggal.”
Begitu saya selesai nge-tweet seperti itu, timeline Twitter saya langsung banjir mention menanyakan tentang film yang diangkat dari kisah nyata tersebut.
Saya membaca buku Surat Kecil Untuk Tuhan di tahun 2008 atas rekomendasi dari pacar saya. Awalnya, pacar saya yang janji untuk beliin. Tapi karena penasaran, saya pun membelinya duluan. Karya Agnes Davonar ini menurut saya “acak-acakan” dalam hal penggunaan tanda baca. Tapi ceritanya membuat saya meneteskan air mata.
Tak disangka ternyata 3 tahun setelah penerbitannya, buku ini diangkat ke layar lebar. Surat Kecil Untuk Tuhan adalah kisah nyata gadis bernama Gita Sesa Wanda Cantika, atau biasa dipanggil Keke, yang mengidap penyakit kanker ganas. Kalo banyak yang tanya apakah film-nya bagus, maka inilah pendapat saya. Film Surat Kecil Untuk Tuhan tidak juara dalam hal gambar dan suara, tapi ceritanya adalah kekuatan dari film ini, membuat saya mengharu biru, terutama di bagian pertengahan sampai akhir. Saya jadi mau ajak Mama saya nonton. Beliau pasti termehek-mehek.
Ada yang bilang katanya film ini mirip film barat The Sister’s Keeper. Ya! Memang sama-sama kisah tentang anak sakit, tapi apa yang dialami Keke jauh lebih mematikan!
Melihat bagaimana Keke berjuang melawan sakitnya, melihat akibat yang ditimbulkan oleh kanker ini di muka Keke, bikin saya bersyukur saya diberi kesehatan.
Tapi saya juga berpikir, kalo saya sakit seperti itu, apa saya bisa setegar Keke? Apa keluarga saya sanggup membiayai? Rela menghabiskan harta untuk pengobatan? Apa teman-teman saya masih mau mengenal saya? Padahal saya udah nggak bisa lagi hang-out sama mereka. Apa pacar saya masih mau menerima saya dengan kondisi “buruk” seperti itu?
Surat Kecil Untuk Tuhan. Selamat menyaksikan ya, semuanya! Sedang tayang di Platinum Screen Margo dan Plaza Depok.
Oh iya, balik ke kalimat awal saya, masalah nangis itu relatif. Kalo kalian nonton sambil menghayati, nggak sibuk main telepon genggam, nggak banyak bacot ngobrol sama teman, nggak sibuk ngunyah caramel popcorn, kalian dijamin bakal banjir air mata.
Satu lagi, jangan langsung keluar studio di bagian cerita berakhir. Lanjut terus sampai ke bagian nama-nama pemain. Kalian akan disuguhi foto-foto Keke asli, teman-teman dan keluarganya…
Bagus ya..
gw ga bisa nahan aer mata gw bu…sedih banget
baguss… terharu juga gua baca sinopsiss kamu !! T________T
Jika pada beberapa film nasional yang beredar di awal tahun kisah mengenai seorang karakter yang menderita sebuah penyakit mematikan ditempatkan sebagai plot pendukung dari kisah utama film-film tersebut, maka pada Surat Kecil Untuk Tuhan kisah tersebut justru menjadi jalan cerita utama. Diinspirasi dari sebuah kisah nyata, Surat Kecil Untuk Tuhan jelas dibuat untuk menjadi sebuah melodrama tearjerker yang sekaligus berusaha untuk memberikan beberapa inspirasi moral kepada para penontonnya. Niat yang mulia, namun Surat Kecil Untuk Tuhan kekurangan cukup banyak elemen pendukung yang akan mampu membuat film ini tidak hanya sekedar menjadi film yang menyentuh maupun menginspirasi, namun juga menghindarkan penontonnya dari rasa kebosanan yang luar biasa ketika menyaksikannya.
Naskah cerita Surat Kecil Untuk Tuhan yang ditulis oleh Beby Hasibuan (Tebus) sendiri didasarkan pada novel berjudul sama karya Agnes Danovar yang menuliskan rangkaian kisah nyata mengenai ketegaran seorang gadis bernama Gita Sesa Wanda Cantika dalam menghadapi penyakit kanker jaringan lunak yang ia derita. Gita Sesa Wanda Cantika, atau yang lebih akrab dipanggil dengan Keke (Dinda Hauw), adalah seorang gadis rupawan yang sepertinya memiliki masa depan yang cukup cerah. Terlepas dari latar belakangnya yang memiliki ayah (Alex Komang) dan ibu (Ranty Purnamasari) yang telah berpisah, Keke adalah gadis cerdas yang memiliki dua kakak (Egi John Foreisythe dan Dwi Andika) yang sangat menyayanginya serta sekumpulan sahabat karib yang setia menemaninya. Keke bahkan baru saja mengenal arti sebuah cinta pertama terhadap teman satu sekolahnya, Andi (Esa Sigit).
Namun, semua berubah ketika Keke mulai merasakan ada sesuatu yang aneh mengenai kondisi fisiknya. Bermula pada gejala mimisan yang terus menerus dialaminya, kesehatan Keke akhirnya diperiksakan oleh sang ayah ke rumah sakit. Mengejutkan, dokter kemudian memvonis Keke mengidap kanker jaringan lunak, sebuah penyakit yang tidak hanya ganas namun juga merupakan salah satu penyakit yang masih langka di dunia. Secara perlahan kondisi fisik Keke mulai melemah. Tidak mau menyerah begitu saja, Keke berusaha terus bertahan dari penyakitnya yaang dilaakukannya sekaligus untuk menguatkan orang-orang yang sangat menyayanginya agar tidak bersedih dalam menyaksikan kondisinya.
Surat Kecil Untuk Tuhan tentu saja tidak melulu berkisah mengenai ketegaran Keke dalam menghadapi kondisi fisiknya. Masih ada beberapa plot cerita tambahan seperti kisah mengenai hubungan antara kedua orangtua Keke serta hubungan cinta pertama Keke dengan Andi yang coba dipaparkan oleh sutradara Harris Nizam di dalam film ini. Sayangnya, seperti halnya yang terjadi dengan plot cerita utama film ini, tak satupun dari kisah tersebut yang mampu dikembangkan oleh Harris dengan baik. Jalan cerita Surat Kecil Untuk Tuhan terlihat terlalu berusaha untuk memberikan efek sentimental yang berlebihan kepada para penontonnya sehingga justru terkesan menjadi sebuah tayangan yang monoton daripada menjadi sebuah tontonan yang menyentuh.
Selain rasa monoton yang berkembang akibat terlalu dangkalnya cara penceritaan Surat Kecil Untuk Tuhan dalam menggambarkan bagaimana setiap karakter di film ini menghadapi masalah utama yang dipaparkan, kelemahan film ini juga muncul akibat inkonsistensi yang muncul dalam cara penggambaran beberapa karakter pendukung di film ini. Beberapa karakter yang dihadirkan – terutama karakter dua kakak Keke serta karakter ibu Keke – digambarkan dengan porsi yang terlalu minim untuk kemudian dilibatkan dalam beberapa adegan yang cukup vital di dalam jalan cerita. Seringkali, karakter-karakter tersebut terlihat hanya sebagai sebuah pengisi dalam satu adegan mengenai dirinya, untuk kemudian menghilang, lalu dimunculkan kembali pada sebuah adegan minim berikutnya. Hal ini masih ditambah dengan dangkalnya jalan cerita yang mendukung kahadiran karakter-karakter tersebut dalam beberapa adegan mereka yang semakin membuat Surat Kecil Untuk Tuhan menjadi cukup melelahkan untuk diikuti.
Untuk departemen akting, Surat Kecil Untuk Tuhan mendapatkan penampilan yang cukup baik – namun sama sekali tidak istimewa – dari jajaran pemerannya. Para pemeran yang tergolong merupakan wajah-wajah lama di dunia akting seperti Alex Komang, Ranty Purnamasari, Dwi Andika, Egi John Foreisythe dan Esa Sigit mampu memberikan penampilan yang tidak mengecewakan. Walau merupakan seorang pendatang baru, pemeran utama film ini, Dinda Hauw, terlihat cukup mampu menjiwai karakternya – cukup berbanding terbalik dari deretan pemeran sahabat karib karakter Keke yang masih sering terlihat kaku dalam menampilkan permainan akting mereka.
Selain dari keberhasilan tim tata rias yang mampu menghadirkan tampilan seorang penderita penyakit kanker jaringan lunak dengan meyakinkan, Surat Kecil Untuk Tuhan dapat dikatakan gagal untuk memberikan sesuatu yang berarti bagi penontonnya. Kesalahan terbesar dari film ini adalah jalan ceritanya yang terlihat terlalu berusaha untuk memberikan adegan-adegan yang mampu untuk mengundang rasa simpati dan haru serta diiringi dialog-dialog yang terkesan terlalu berusaha untuk menginspirasi penontonnya. Ditambah dengan gagalnya kemampuan Harris Nizam dalam mengembangkan setiap adegan dan karakter pengisi cerita film ini dengan baik, Surat Kecil Untuk Tuhan justru terhindar dari kesan menyentuh maupun inspiratif dan berakhir sebagai sebuah sajian yang cenderung datar dan monoton.