To Kill A Mockingbird

Standard

Saya cinta buku seperti saya cinta mengajar. Tapi jangan harap akan menemukan sosok yang pintar ilmu dalam diri saya. Buku saya akui memang mengajarkan banyak hal, tapi saya tidaklah terlihat seperti orang yang berwawasan luas. Agak ironis sebenarnya. Secara umum orang akan melihat saya sebagai sosok yang ramai, berisik, heboh, badut, sehingga kalau saya mulai mengeluarkan opini-opini dan beragam hal dari hasil bacaan yang saya sudah lahap, orang kadang tidak menganggap apa yang saya ungkapkan, memandang sebelah mata dan tidak yakin dengan apa yang saya katakan.

Tapi sudahlah, saya mau kasih tau sesuatu. Beberapa hari yang lalu saya menyelesaikan satu bacaan berjudul To Kill A Mockingbird. Bukunya menarik banget. Saya sampe susah berhenti. Beberapa kali ditegur Boss Patrick karena ketauan baca saat kerja. Tapi bukunya benar-benar menyedot pikiran saya. Tentang rasisme. Kulit putih dan kulit hitam. Menariknya, ini dilihat dari sosok 2 anak bernama Scout dan Jem. Ayah mereka, Atticus, membela seorang negro bernama Tom Robinson atas tuduhan pemerkosaan.

Saya membaca versi bahasa Indonesia, dan saya salut dengan penerbit Qanita yang bisa mendapatkan penerjemah handal untuk buku ini. To Kill A Mockingbird buku klasik, dan seringkali buku klasik yang begitu terkenal terasa hambar dibaca karena penerjemahan yang kurang baik.

Sepupu saya di Amerika bilang, buku ini bacaan wajib di SMP dan SMA. Boss Patrick yang bule itu heran kenapa saya bisa suka, karena menurut dia ceritanya biasa aja. Tapi setelahnya dia pikir, dia mungkin akan coba baca lagi. Karena dulu dia baca buku ini sebagai tugas sekolah. 😀

Saya rekomendasikan To Kill A Mockingbird untuk dibaca pencinta novel klasik.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s