Satu Dunia Sejuta Kawan

Standard

Menyambung cerita sebelumnya; tinggal di asrama berarti kita nggak tinggal sendiri. Menjadi relawan untuk acara level internasional seperti Piala Konfederasi FIFA 2017 berarti kita akan mendapat kenalan baru dari berbagai latar belakang. Tiga minggu berada di Kazan Rusia, itu adalah pertama kali saya bertemu banyak orang dari berbagai negara. Mereka yang hanya sekedar papasan lalu bertukar senyum dan salam, sampai mereka yang akhirnya benar-benar menjadi kawan baik.

Mari kita mulai dari Ross si lelaki Uzbekistan. Pertemanan kami terjadi malam di mana saya tiba di Universiade Village. Dia lah yang membawa koper seberat 17 kilo milik saya dari pelataran parkir asrama sampai tepat ke dalam kamar. Dari pertama ngobrol, kami udah klik banget. Dan sejak itu kami selalu terlihat bersama. Makan, jalan… Semua teman melihat kami sebagai kawan baik. Sampai tiba-tiba dua minggu kemudian, 2 jam setelah kami sarapan bareng, haha hihi dan berencana ini itu, dia berhenti membalas pesan yang saya kirim. Disusul berhenti ngomong dengan saya, sampai akhirnya dia bilang kalo dia perlu waktu sendiri.

Bused.

Saya bengong.

Nggak ada penjelasan apapun. Sekian begitu aja. Dia blok saya di WhatsApp dan di Instagram. Seakan-akan nggak mau kenal sama sekali. Sisa hari-hari di Kazan diisi dengan kami saling menghindar. Malam terakhir, kami sempat papasan di stasiun tram dan rasanya saya mau samperin dia untuk teriak “WHY?” atau “Fuck it, Ross. I don’t deserve this.” Tapi nggak. Kami berdua diam, berlagak nggak kenal. Dan di detik ini pun saya kadang bertanya-tanya. What the heck happened? What did I do wrong?

Processed with VSCO with e3 preset

Tapi ya udah lah ya… Dari situ saya belajar, kalo teman terbaik belum tentu orang yang banyak menghabiskan waktu bersama. Saya lupa, kalo mereka yang selalu ada selama saya di Rusia adalah tiga gadis asal Dubai, Algeria dan Bosnia. Teman-teman sekamar saya: Maryam, Rihab dan Amra.

Nggak sulit berbagi kamar dengan mereka. Ritual pagi kami adalah menyetel musik sambil joget. Siang hari kami biasanya ada tugas di stadion dan layaknya cewe-cewe masa kini, kalo kebetulan bertemu maka kami akan saling memekik lalu berpelukan dan ber-hey girls. Malam adalah saat di mana kami akan sahut-sahutan ngobrol dari atas ranjang masing-masing, bercerita tentang apa yang kami alami hari itu, atau bagaimana kehidupan kami di negara masing-masing.

Kemudian ada beberapa cewek Rusia yang juga menjadi teman baik saya. Saya kenal mereka karena satu malam pernah ikut Ross ke lantai 7 untuk minum teh bareng. Di sana saya lah jumpa pertama saya dengan Roza, Olga dan Regina. Mereka ramah banget, sopan, lemah lembut dan jadi pengingat untuk saya nggak ngomong terlalu keras. Maklum, bawaan. Hahaha…

Processed with VSCO with e3 preset

Trus gimana kalo lagi kepengen cekakakan atau ngomong nggak diayak? Di situ saya akan berpaling ke Matias Adonis. Mati, begitu ia biasa dipanggil. Asal Chili. Saya sebel banget sama dia di awal perkenalan. Bok, seenaknya dia jelek-jelekin Justin Bieber! KZL! Tapi nyatanya dia malah jadi lelaki yang bisa ngimbangin sisi liar ((LIAR)) saya. Kami bisa saling cerita apa aja, tanpa sensor.

Processed with VSCO with e3 preset

Lalu ada Abbos, sayang saya nggak punya foto bareng dia. Abbos ini ketua tim ticketing, divisi saya bekerja. Semua orang sayang Abbos! Anaknya penolong banget. Dia bahkan membantu saya belanja oleh-oleh untuk keluarga di Indonesia, dan juga mengenalkan saya pada makanan bernama kuritza kartoshkoi, semacam kulit kebab namun lebih tebal, diisi potongan ayam panggang dan kentang goreng dan saus khas. LEJJAAATTT!

Lorenzo. Ah, saya juga nggak sempat foto bersamanya. Melihat bocah Italia ini saya seakan mau bilang, “Sini nak biar Mama urus.” Haha! Keliatan rapuh dan terlalu manis untuk dunia. Dia bahkan nggak canggung meminta saya melipatkan cucian keringnya yang mana di sana ada pakaian dalam, karena katanya saya adalah wanita dewasa dan juga seorang istri. Jadi dia nyaman aja gitu. ELAAAH!

Terakhir, Godwin. My Nigerian guy. Udah ada desas-desus terdengar kalo Nigeria mengklaim Indomie berasal dari negara mereka. Dan itu terbukti ketika saya bertanya akan hal ini ke Godwin.

“Lo tau Indomie produk mana?”

“Produk Nigeria. Itu makanan pokok gue, kita di sana makan Indomie pake nasi dan ada empat pabrik besar Indomie di Nigeria.”

Anjay dia ngomongnya penuh percaya diri.

Processed with VSCO with e3 preset

YAK! Begitu lah beberapa kenangan akan teman-teman di Rusia. Jujur, setiap orang yang saya temui meninggalkan kesan tersendiri. Dan sekarang mendadak saya jadi kangen mereka!

2 thoughts on “Satu Dunia Sejuta Kawan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s