Saya bukan penggemar galeri seni. Menikmati, bisa. Tapi entah kenapa seperti tidak bisa melihat esensi dari karya-karya yang ada di sana. Komentar saya paling cuma sekedar “Bagus!” atau “Hmm…”. Yah, sekedar menambah pengetahuan saja lah kalo saya sampe datang ke galeri seni. Dan ngomongin galeri seni, galeri seni terakhir yang saya kunjungi, terletak di Solo. Namanya Tumurun Museum.
Nama Tumurun berasal dari kata turun-menurun. Yang bermakna mewariskan dari generasi lama ke generasi baru. Galeri seni ini dibangun untuk tujuan edukasi. Koleksi yang ada berupa lukisan, patung, dan instalasi. Sebagian memang permanen, selalu ada untuk dilihat. Sebagian lainnya akan berganti tergantung tema mereka di saat itu. Pemilik Tumurun Museum, Bapak Iwan Kurniawan Lukminto, merupakan pebisnis yang juga bos besar PT. Sritex, perusahaan tekstil yang namanya cukup kondang di Indonesia.
Yang membuat saya senang berlama-lama di Tumurun Museum, adalah karya-karyanya cukup mudah untuk dinikmati. Tiap karya diberi penjelasan yang membuat saya lebih paham makna yang terkandung di dalamnya. Ada beberapa yang membuat saya merasa wow! Misal, karya yang melambangkan sayap malaikat ini. Dibuat dari susunan arit, melambangkan alat yang petani pakai ketika bertani. Jadi filosofinya, petani adalah malaikat untuk manusia.
Lalu, ada karya Last Supper bikinan Eddy Susanto. Dari jauh, mungkin terlihat seperti lukisan biasa. Tapi waktu saya dekati, ternyata lukisannya dibuat dari “coretan” aksara Jawa yang ditulis sedemikian rupa hingga membentuk suatu gambar.
Ada juga lukisan berjudul Jago Kandang yang dibuat untuk mengkritik sepakbola Indonesia. Jago di negara sendiri saja, tapi kalau sudah main di luar dan kalah, jadi sedikit kasar.
Oh iya, mengunjungi Tumurun Museum tidak ada biaya masuk lho. Gratis. Tapi harus mendaftar online dulu di www.tumurunmuseum.org. Pilih bagian online registration, pastikan kamu datang sesuai hari dan jam yang dipilih ya! Tempatnya modern, nyaman karena full AC, dan tentu saja banyak spot keren untuk foto-foto. Haha.