Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Seringkali kita mendengar kalimat ini, merujuk pada anak yang wajahnya mirip dengan si Ayah, atau seseorang yang sifatnya serupa dengan sang Ibu. Kalian pasti punya cerita sendiri tentang kasus buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitu juga saya…
Seperti layaknya keluarga besar kalian, orang-orang di keluarga saya pun memiliki karakter yang berbeda. Tapi, kalau digaris besar, saya dan sepupu-sepupu saya punya keahlian masing-masing di bidang bahasa, olahraga dan musik. Mereka yang punya minat besar di olahraga dan musik, pastinya terpengaruh hobi dua Om saya: Om Iwan dan Om Pipin. Om Iwan yang walaupun bertubuh pendek, tapi beliau adalah atlit voli yang handal. Di masa mudanya dia sanggup melompat tinggi untuk menahan smash voli lawan dengan dadanya. Om Pipin mengoleksi beragam perangkat musik, mulai dari kaset, speaker raksasa, piringan hitam dan pemutarnya, lampu disko dan bahkan sempat berbisnis studio musik yang cukup terkenal di wilayah kami. Sejak kecil, saya terbiasa dengan suasana diskotik, karena Om Pipin sering berpesta di rumah, dan mendekorasi ruangan layaknya di diskotik dengan segala macam peralatan yang beliau punya.
Sedangkan mereka yang menyukai bahasa, bisa dipastikan itu karena darah keturunan Mami dan Papi (sebutan untuk Nenek dan Kakek kami). Dari yang sering diceritakan, Papi saya menguasai beragam bahasa di masa beliau kerja dulu, dan Mami saya adalah seorang guru sekaligus kepala sekolah. Saya dan dua orang sepupu saya: Farid dan Thea, adalah cucu-cucu Mami dan Papi yang cukup memiliki minat di bidang bahasa.
Farid Anggara Soeratman saya yakin adalah cucu pertama Mami dan Papi yang menunjukkan bakat di bidang tulis menulis. Sebenarnya, yang pertama saya sadari adalah bakat menggambarnya. Farid jago menggoreskan pensil dan pena. Gambar manusia, karakter film, rasanya apapun bisa dia gambar. Barulah saya mengetahui kalau dia juga hobi mengoleksi prangko dan menulis. Dua hal terakhir itu, saya tiru. Saya kagum dengan koleksi prangko dari berbagai negara yang dia punya, dan saya pun ikut-ikutan mengoleksi. Hobi menulisnya pun menginspirasi saya.
Waktu saya SD, saya dan Farid punya satu buku harian yang kami isi dengan puisi-puisi secara bergantian. Puisi saya kalah bagus. Farid di usianya yang saat itu masih 12 tahun, sudah pandai membuat puisi dengan kata-kata indah. Saya saat itu cuma beda 2 tahun lebih muda dari dia, namun puisi saya mungkin hanya setingkat anak TK. Tapi Farid tidak keberatan berbagi buku harian untuk kami isi bersama. Nama bukunya: KUJATUN DAFI DUPARI SEMA atau Kumpulan Sajak Dan Pantun Dalam Film Dan Kehidupan Sehari-Hari Tahun 1995. Sampai sekarang buku harian bergambar Sonic The Hedgehog itu masih saya simpan. Semakin dewasa, Farid semakin jago dalam bidang bahasa. Dia sempat menjadi penulis di majalah KORT dan lulus ujian tertulis di Ganeca Exacta. Anehnya, walaupun kemampuan bahasanya di atas rata-rata, psikotest selalu menunjukkan dia tidak cocok bekerja sebagai jurnalis. Kini, Farid banting setir jadi pengusaha audio house yang bergerak di bidang pembuatan musik iklan.
Masa di mana saya dan Farid berbagi buku untuk diisi dengan puisi adalah titik di mana saya mulai mencintai rangkaian kalimat. Sejak kecil saya memang sudah gemar membaca. Tapi saya tidak pernah mengira akan mencintai dunia tulis-menulis. Dimulai dari pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5 SD yang banyak tugas mengarang, dari situ datang permintaan sekolah untuk menulis karangan bertema Wawasan Nusantara sebanyak 2ooo kata untuk dilombakan se-Depok. Sungguh mendadak! Saya hanya punya dua hari untuk menyelesaikan tulisan. Pada akhirnya, saya tidak menang lomba. Saya mendengar kalau gaya menulis saya yang seperti bercerita (ini pasti pengaruh cerita pendek di Bobo yang selalu saya baca), dianggap tidak mungkin untuk anak seusia saya, dengan kata lain saya dianggap mencontek. Itu pukulan buat saya. Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi mau menulis untuk umum. Saya menyimpan semua tulisan saya untuk saya sendiri. Di SMP, saya menulis 25 buku yang isinya kisah bersambung tentang kehidupan khayalan saya. Di SMA, saya menulis cerita pendek yang sudah mulai saya beranikan kirim. Salah satunya dimuat di majalah Gadis, berjudul Klining-Klining, kisah nyata cowok yang saya puja di masa SMA. Lalu, berturut-turut saya mengirim ke tabloid Fantasi, majalah Bobo dan tiga cerita pendek saya pun dimuat. Saya juga suka menulis ke Surat Pembaca dan pernah menulis novel yang setelah selesai 100 halaman, hilang akibat virus komputer.
Kalau Farid adalah inspirasi saya. Maka saya pastilah inspirasi untuk Thea Fathanah Arbar. Sejak dulu Thea suka bermain ke tempat saya, hanya lantaran saya punya banyak koleksi buku. Lama-lama dia pun mulai membeli buku sendiri. Awal minat Thea dimulai dari komik, selalu komik yang dia beli. Tapi lama-lama dia pun mulai menyukai novel. Dan mau dia membantah habis-habisan, saya yakin hobi membaca dan menulisnya itu lantaran terpengaruh saya.
Di usia remajanya, Thea mulai rajin menulis cerita pendek di komputer atau di blog dengan gaya penulisan yang apa adanya, layaknya seorang anak SMA jaman sekarang. Jujur, ceria, dengan tanda baca cukup berantakan tapi menyenangkan untuk dibaca. Beberapa malah mirip dengan gaya penulisan saya. Oh Thea, kamu memang terinspirasi oleh saya kan, sebagaimana saya terinspirasi oleh Farid? Saya yakin, Thea akan makin berkembang. Lama-lama dia pasti akan menulis jauh lebih baik. Dengan Thea, saya merasa paling nyaman untuk ngobrol tentang buku atau dunia tulis-menulis. Dia mungkin sepupu yang saya pilih untuk menjaga koleksi buku-buku saya kalau nanti saya harus tinggal jauh dari tanah kelahiran.
Mau membaca lebih jauh? Temui sepupu-sepupu saya di http://silirsilir.wordpress.com/ dan http://thea-arbar.blogspot.com/
Gue gak lulus Tempo, tauuuu. Cuma sampe tahap berapaaa gitu. Lupa. Hahaha.
Iyeee… Udah gue revisi. Hahahaa…
Ah… susah ngelak nih. Hahaha… Sip… saya suka posting yang ini :))
Wakakakaaa… Asikkk!!
MIRIIIP!!! 😂😂😂
Dulu pas kelas 5 SD aku ikut lomba menulis surat untuk presiden. Udah dikasih tau juara 1 se kota Tangerang, trus kemudian dianalisis sama panitianya. DENGAN ALASAN YANG SAMA KAYAK MBA MITA #Maap capslock jebol 😂😂😂
Ihhh ya ampun sedih ya kalo digituin. Ayo sudah nulis lagi dan kali ini ke Jokowi. Hahaha…