Waktu Pak Suami bilang dia akan ngajak saya ke Yogyakarta, di kepala langsung terbayang mau datengin tempat-tempat yang ada di film Ada Apa Dengan Cinta 2. Secara ya, Rangga dan Cinta kan ketemu lagi di sana setelah sekian belas tahun mereka terpisahkan jarak. Udah gitu yang didatengin bagus-bagus pula.
Eh tapi… “Kita cuma semalam Beb di sana, kan tujuannya mau ke rumah Pakde aku di Wonogiri,” tolak suami.
Ibu Istri pun terdiam…

Beginilah ekspresi saya waktu suami bilang kami nggak bisa ke Istana Ratu Boko dan Gereja Ayam. #okesip
“Tapi nanti kita ke Sate Klathak Pak Bari!” sambungnya cepat, sadar si istri rada kecewa. “Itu kan juga ada di film AADC.”

Deal! Sate Klathak boleh deh.
Dan yes! Ketika Yogyakarta makin larut di malam tanggal 17 Agustus 2016, suami menepati janji mencoba kuliner tersebut. Namun sebelum itu, Malioboro dan Alun-Alun kami kunjungi dahulu untuk makan, jajan dan main gelembung air.
Kalo nggak salah jarum jam menunjukkan pukul 21.00Β saat kami dengan modal aplikasi Google Maps berusaha menemukan lokasi Sate Klathak Pak Bari. Yuswo bilang memang tempatnya baru buka malam. Di tengah dinginnya udara kamiΒ berboncengan menuju Bantul naik… motor!

Bukan di mobil Jeep kayak si Rangga dan Cinta sodara-sodara. *ngarep banget*
Perjalanan yang cukup mengesankan terutama karena kami kayaknya salah berbelok, sehingga aplikasi memberikan jalur alternatif melewati perkampungan penduduk. Kalo naik Jeep udah pasti perjalanan nggak bisa lanjut karena kami dibawa menembus persawahan, pohon bambu, sungai dan jembatan kecil. Sempet waswas nyasar sih, tapi iman kami yang cukup kuat kepada Google Maps Tuhan Yang Maha Esa sukses membawa kami tiba di tujuan, meski akhirnya harus mendengar ucapan…
“Pak Bari tutup. Tuh!” tunjuk seorang bapak-bapak ke arah kegelapan.
LESU LAH SAYA, PEMBACA!Β Gagal totalΒ niat mau napak tilas lokasi film Ada Apa Dengan Cinta 2. Udah jauh-jauh juga. Ah, biar nggak kecewa-kecewa amat, kami pun bergeser dikit ke Pak Pong. Yang penting judulnya makan Sate Klathak. *Hayati lelah*
Eh, ngomong-ngomong pada tau nggak kenapa nama satenya Klathak? Jadi ya, kalo sate biasa ditusuk dengan tusukan dari bambu, Sate Klathak ini ditusuk jeruji besi sepeda sehingga menimbulkan bunyi kletak-kletak-kletak ketika dibakar. Daging kambing yang disate tebal dan hanya berbumbu garam, namun matang merata sampai kedalam karena aliran panas dari tusukan jeruji. Rasanya? Ah gila deh, selain Nasi Bebek Sinjay Madura, Sate Klathak ini salah satu kuliner lain yang bikin air liur menitik hanya dengan membayangkan.
Warung Sate Klathak Pak Pong di Jl. Imogiri Timur, Bantul malam itu ramai. Saya dan Yuswo menunggu sejam sampai akhirnya pesanan tiba. Seteko teh panas menghangatkan perut kami yang mulai kelaparan. Napak tilas Rangga dan Cinta kami hanya sukses di satu hal: kami pulang pagi.
Waduh udah niat malam-malam naik motor, eh tutup dan antrinya lama pula ya mbak. Untungnya tetap sukses bisa dapat sate klathaknya ya, walaupun beda warung π
Hahaha iya ih, masih penasaran.
Owalah, tadinya dlm fikiranku sate klathak itu semacam sate maranggi yg beda di bumbu. Gk taunya beda di tusuk satenya ya π
Betul. Klathak itu bunyi pas dibakar. Hihi…
haduuh … gagal semua rencana ala2 Rangga Cinta
hi…hi…
eh diingatkan bebek sinjay… aku jadi makin penasaran, gagal juga mampir ke situ
Bebek Sinjaynya yang di Madura langsung yakk. Hehe… Beda rasa dengan cabang lain di Surabaya.