“Mit! Mau nonton bola besok nggak di GBK? Suami dapet tiket jatah anggota Polri.”

Satu pesan WhatsApp masuk di Jumat siang. Dari Yayuk, vokalis band saya waktu SMA. Saya yang lagi terkantuk-kantuk di atas tempat tidur, mendadak seger.

Besok ada bola di GBK? pikir saya. Besok Sabtu? pikir saya lagi yang segera saya ungkapkan dalam bentuk balasan ke Yayuk. Jelas saya nggak mau melewatkan kesempatan ini. Sejak 2010, nonton bola di Stadion Gelora Bung Karno adalah hal yang wajib. Apapun pertandingannya. Lagipula, tahun ini GBK sudah buka kembali setelah kelar direnovasi. Tentu saya penasaran, kayak apa sih jadinya. Beberapa waktu lalu ketika Indonesia bertanding persahabatan dengan Islandia di GBK, saya nggak bisa hadir karena kerja. Kalo dari foto-foto yang beredar, sepertinya GBK memang terlihat lebih modern.

Jumat menjelang tengah malam saya janjian bertemu Yayuk di depan Plaza Depok. Kebetulan saya abis main ke Kemang, beli buku diskonan di Aksara, dan Yayuk juga baru kelar nonton film Dilan sama suaminya. Ngobrol-ngobrol seru sebentar, akhirnya tiket pun saya pegang. FC Tokyo juara Liga Jepang, melawan Bhayangkara FC juara Liga Gojek Traveloka. Pertandingan yang diadakan untuk merayakan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang.

GBK, I’m coming!

***

Sabtu jam 3 sore saya udah duduk-duduk di bangku semen di luar stadion. Nunggu Cokie, temen yang bakalan ikut nonton juga. Sambil mengisi waktu, saya mewarnai pipi dengan warna-warna dominan dari kedua tim. Dan tepat jam 4, kami sudah duduk manis di kursi Zona 6 baris ke-13. Wuih! Best seats banget! Dekat dengan lapangan, dan dapet hiburan dari JKT48.

Babak pertama saya habiskan cuma untuk menikmati Gelora Bung Karno yang baru, jeprat-jepret ngambil foto. Terlihat lebih kecil, tapi desainnya memang trendi; menghilangkan kesan tua yang sebelumnya melekat. Warna kursi didominasi merah dan putih, warna bendera Indonesia. Dari label minuman yang dijual Koperasi GBK, saya membaca info kalo kapasitas GBK yang sekarang cuma 76,000 dari sebelumnya 120,000.

GBK baru juga punya banyak hal keren lho. Lampu-lampu yang luar biasa terang, penggunaan solar panel ramah lingkungan, kekuatan sistem suaranya sebesar 80,000 watt, dilengkapi kamera CCTV yang bisa dengan jelas menangkap wajah penonton yang merokok atau melakukan vandalisme, ada 200 kursi untuk orang berkebutuhan khusus, rumput standar internasional, dan sistem air menggunakan limbah air hujan.

Sejujurnya, saya nggak 100% sreg dengan wajah GBK masa kini. Cantik sih, apalagi kalo malam hari bagian badan luar stadion penuh kelip lampu warna merah putih, tapi saya merasa ada yang hilang aja. GBK nampaknya tidak sekokoh dulu. Arsitektur lama entah kenapa bisa bikin teriakan dan sorakan penonton bergaung balik ke sanubari, menggetarkan jiwa, bikin bulu kuduk merinding. Yang baru, seakan hanya mengirim teriakan dan sorakan ke udara. Hilang lepas begitu saja.

Ah, mudah-mudahan saya salah. Rasanya tidak sabar menunggu Indonesia main di sini melawan musuh bebuyutan. Baru nanti saya bisa simpulkan, apakah seluruh stadion bergetar oleh lagu Indonesia Raya yang kami nyanyikan dengan segenap jiwa dan sepenuh hati.

Oh iya, pertandingan FC Tokyo melawan Bhayangkara FC berakhir dengan skor 4-2. Meski hanya persahabatan, alur permainan lumayan tegang. Apalagi sempat ada insiden cedera yang bikin ambulans harus masuk ke lapangan. Saya baru nonton bola dengan serius di babak kedua, setelah foto-foto GBK baru udah tersimpan rapi di memori kamera.