Kalo berlibur dengan uang sendiri, saya selalu memesan hotel dengan harga per malam ramah di kantong. Selain demi pengiritan, mending uangnya untuk jalan-jalan ke tempat wisata, saya juga merasa sayang kalo hotel bagus hanya sekedar untuk tempat tidur. Maklum, saya memang lebih banyak “berkeliaran”, kecuali niat staycation alias leyeh-leyeh manja di kamar hotel sambil menikmati fasilitas yang ada.
Waktu di Hong Kong awal Maret lalu, dalam rangka AIA Championship 2017, saya dan teman-teman AIA Indonesia menginap di The Excelsior Hotel. Hotel bintang empat di daerah Causeway Bay, dibayar untuk merem cantik, tarif per malam Rp. 3,500,000. Mevvah! Hotel yang di sekelilingnya banyak restoran dan juga tempat belanja. Meski saya bukan penikmat belanja, saya suka menghabiskan waktu untuk jalan-jalan di sekitaran hotel. Apalagi cuaca malam enak banget, sekitar 15-18 derajat, nggak bikin keringetan kala saya melangkah menikmati benderang toko-toko dan hiruk pikuk pejalan kaki.
Kamar saya beralas karpet lembut nyaman, terdiri dari twin bed (suka banget dengan tingkat keempukan kasurnya), mini bar (nggak saya sentuh sama sekali karena bukan penikmat teh atau kopi), serta sofa panjang untuk selonjoran dan kursi lengan untuk duduk membuka laptop menulis laporan (ini kerjaan Lukita dari Kompas, yang diundang AIA Indonesia untuk meliput dan juga teman sekamar saya).
Ada TV, meja samping tempat tidur, kabinet, lemari, dan yang merupakan nilai tambah menurut saya adalah detail kecil berupa colokan. Colokan di Hong Kong itu model 3 tusukan. Saya sempet panik karena lupa bawa universal adapter, eh ternyata sama mereka disediakan, plus juga ada colokan USB. Ih seneng! *anaknya gadget banget*
Kamar mandi The Excelsior Hong Kong juga besar, dengan bathtub dan perlengkapan mandi lengkap. Air mengalir lancar, panas dan dingin, tapi nggak ada semprotan untuk bilas usai “panggilan alam”. Huvt.
Restoran tempat kami sarapan pun luas, dengan pemandangan ke arah dermaga. Suasana nangte sekali.
*Apa itu nangte?*
*Nangte adalah tenang.* #anakgaul
Makanan yang disajikan tidak 100% halal. Tapi selama di sana, yang mengandung babi hanyalah bubur dan sosis. Cuma nih ya, lauk untuk nasinya kurang Indonesia. Di situ saya kadang merasa sedih.
Overall experience, saya menikmati nginep di sini. Catet, di restoran ada pelayan bule manis banget. Saya suka pura-pura manggil dia dan nanya hal nggak penting. HAHA! *bukan bule hunter tapi dia lucu saya bisa apa?*
agak susah kalau lauknya bukan lauk indonesia ya kak habis udah kebiasaan makan lauk indonesia 🙂
Eiiyyymmm. Yang lumayan Indonesia cuma baksonya aja. Jadilah menu mie bakso selalu aku pesan. Hahahaa…
Gila, mehong bingit harga hotelnya.
Bisa ambil mentahnya aja nggak? Haha!
Ahahaha… Itulah. Namanya hadiah yak, terima aja.