[Catatan Relawan Piala Dunia] Ketika Harus Berpisah

Standard

Privet!

Tiba juga kita di penutup tulisan dari rangkaian pengalaman saya menjadi relawan Piala Dunia FIFA 2018 Rusia. Paling berat merangkai kata di bagian ini, karena sejujurnya saya mau tulisan ini bikin kalian ngerasain sebenar-benarnya perasaan saya. Tapi di sisi lain, saya sendiri tidak yakin apakah pengalaman saya sungguh bisa diungkapkan dengan kata-kata. Nah ribet kan…

Ketika saya mengetik cerita yang sedang kalian baca ini, saya bolak-balik masih ngomong dalam hati, ini kayak nggak nyata ya? Haha! Beberapa hari lalu Kazan beserta isinya masih bisa dinikmati dengan semua indera, sekarang kok kayak jauh bener. Oke deh, saya mulai berurutan aja.

Jumat, 6 Juli 2018. Brasil dan Belgia akan main di babak perempat final di Kazan Arena. Saya dijadwalkan mulai kerja dari jam 3 sore, namun karena harus menyelesaikan beberapa tulisan, saya datang jauh lebih awal. Volunteer Center masih belum terlalu ramai. Saya buka laptop dan sibuk dalam kesendirian.

Sekitar jam 4 tulisan-tulisan saya pun rampung. Francesco mengirim pesan WhatsApp dan bertanya apakah saya udah ada di Volunteer Center. Saya jawab, ya. Nggak lama doi nyamperin, nyapa, ngobrol singkat, saya tinggal ambil makan siang, dan dia pun pergi. Jihuai tiba ketika saya lagi menikmati hidangan. Malam itu kami akan kerja di posisi yang sama, jadi sekelar makan saya, Jihuai, dan satu teman kami Raliia duduk-duduk sambil menunggu jam 5, waktu di mana kami harus siap di lantai dua stadion.

Satu pesan dari Francesco masuk, katanya dia mau nyamperin lagi. Kami sempat bertemu dan saling mengucapkan selamat bekerja dan bersenang-senang, diakhiri satu pelukan. Saya juga memeluk Jihuai dan Raliia.

Pekerjaan kami di pertandingan terakhir di Kazan adalah membantu penonton menemukan pintu gerbang, sambil tentu saja menyapa para penggemar sepakbola yang datang. Saya mencari celah untuk mengelilingi Kazan Arena, sekedar ritual untuk menyampaikan selamat tinggal.

Waktu lucunya berjalan cepat di momen-momen yang harusnya dinikmati perlahan. Pertandingan Brasil melawan Belgia, seperti yang kalian tau, dimenangkan Belgia. Dan berakhirnya pertandingan tersebut membawa kami para relawan ke satu momen perpisahan. Berbondong-bondong kami masuk ke dalam Kazan Arena yang kosong. Mengisi kursi-kursi yang ada, mendengar sambutan dari berbagai pihak yang tidak terlalu saya perhatikan karena sibuk menyerap semua untuk bisa saya kenang nanti.

WhatsApp Image 2018-07-10 at 23.56.06

Satu bulan berlalu begitu saja, bahkan meski sebulan ini begitu banyak diisi dengan kerja, saya tetap tidak ingin ini semua berakhir karena semua terasa menyenangkan.

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.36

Pelukan-pelukan, kata-kata selamat tinggal dan sampai jumpa lagi, berhamburan. Saya yang biasanya rame, cuma terdiam seadanya. Tahun lalu di Piala Konfederasi, saya nggak seemosional ini karena dalam hati masih berharap akan datang ke Piala Dunia. Tapi sekarang, ketika pertandingan Piala Dunia di Kazan sudah selesai, maka apa lagi yang akan mempertemukan kami semua di masa depan?

Air mata saya menggenang.

Kami lalu diizinkan turun ke lapangan sebelum akhirnya kembali ke Volunteer Center. Saya, Jihuai, Francesco, dan dua teman kami yang lain Yuqiao dan Zhaokui, melakukan sedikit hal berbeda. Kami ke tempat parkir bis pemain, ada tim Brasil yang masih tersisa. Dari jarak yang diizinkan, kami berlima menatap mereka masuk satu-satu ke bis dengan pundak terkulai. Renato Augusto, satu-satunya pencetak gol Brasil, melambaikan tangannya ke arah kami ketika Yuqiao memanggil namanya. Bis lalu meninggalkan lokasi, dan barulah kami pulang…

WhatsApp Image 2018-07-10 at 23.56.08 (1)

WhatsApp Image 2018-07-10 at 23.56.08

WhatsApp Image 2018-07-10 at 23.56.06 (1)

Sudah jam 3 pagi dan matahari musim panas sudah bersinar terang di Kazan… Semua usai. Yah setidaknya untuk pekerjaan relawan ini… Sedangkan untuk kami sendiri, masih ada sisa dua hari sampai akhirnya banyak dari kami akan pulang. Saya dan Francesco jalan bareng di hari Sabtu, diselingi makan bareng teman kami Milosh asal Serbia. Sorenya Andrea gabung untuk makan blini, pancake khas Rusia, lalu kami berangkat nonton pertandingan Kroasia lawan Rusia di restoran sushi.

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.40

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.37 (1)

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.40 (1)

Minggu, saya mengantar Francesco ke bandara. Pesawatnya berangkat siang. Saya masih akan terbang tengah malam, memberi saya waktu cukup untuk sekalian mengambil sertifikat keikutsertaan sebagai relawan Piala Dunia 2018. Berada di Kazan Arena sekali lagi, dan mungkin yang terakhir.

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.39

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.38 (1)

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.38

Dan setelahnya, ketika saya sudah di bandara, barulah terasa semuanya beneran usai. Saya bertemu Lorenzo, dan Nadia relawan bandara asal Rusia. Kami berpelukan beberapa kali, mengucap kata perpisahan, dan saya melangkah naik ke pesawat yang akan membawa pulang ke tanah air.

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.41

WhatsApp Image 2018-07-11 at 00.08.37

Ada getaran aneh yang saya rasakan. Kilasan-kilasan potongan cerita berserabut dalam benak dan pikiran. Teringat perjuangan saya mendapat sponsor untuk membiayai penerbangan ke Rusia (terima kasih Pak Prabowo sebagai sponsor utama!). Teringat akan pesan pribadi yang masuk keĀ inbox Instagram, dari mereka yang merasa ikut bangga, terinspirasi, serta bersemangat nanya cara jadi relawan juga.

WhatsApp Image 2018-07-27 at 11.10.12 (1)WhatsApp Image 2018-07-27 at 11.10.12

Suatu pengalaman hidup yang membuat saya jadi lebih berpikiran terbuka sebagai manusia. Mengubah cara pandang saya terhadap liburan. Nggak lagi saya mau liburan singkat. Saya bertekad untuk nabung setahun penuh, lalu memakai habis cuti 12 hari untuk tinggal di satu tempat, berbaur dengan warga lokal layaknya kehidupan saya di Kazan.

Dunia yang ajaib. Siapa sangka ketika saya berumur 9 dan 12 tahun, dua bocah lahir di Cina dan Italia, lalu 20 tahun lebih kemudian kami dipertemukan menjadi teman?

Dan bertemu beragam orang dari penjuru dunia, ada sedikit keresahan. Dunia begitu luas, namun waktu terbatas. Akan sempatkah saya menjelajahi bumi Allah yang besar ini?

Untuk jam-jam yang kita habiskan di Kazan Arena, untuk persahabatan yang kita bangun di asrama Universiade Village, untuk jalan-jalan yang usai lewat tengah malam… Kazan, saya akan merindukanmu.

Sampai di sini kisah pengalaman saya selama jadi relawan Piala Dunia FIFA 2018 di Rusia! Dan cek hestek #CatatanRelawanPialaDunia di Instagram untuk melihat foto-foto kegiatan saya.

Dasvidaniya!

Advertisement

18 thoughts on “[Catatan Relawan Piala Dunia] Ketika Harus Berpisah

    • Terima kasih! Untuk jumlah relawan nggak ada angka pasti di tiap negara. Asalkan lulus seleksi saja. Untuk Piala Dunia ini 7% relawannya internasional, 93% dari Rusia. Nah dari Indonesia sendiri yang aku tau ada 3 (termasuk aku) dan 2 (mereka mahasiswa di Rusia tapi orang Indonesia).

  1. Lutfi Zakaria

    halo mbak, kebetulan sy juga volunteer, di 2 event (Asian para games 2018 dan asean school games 2019), tulisan mbak sangat bagus, dan bener menang, hari terakhir menjadi hari yang sangat berat, dimana di momen itu kita semua yang sudah berbaur seperti keluarga sendiri, harus berpisah, sangat sedih dan emosional, tp ya gimana lagi, setiap kata pertemuan pasti akan ketemu kata perpisahan. Keren mbak, doain saya juga bisa ikut volunteer di piala dunia 2022, yg akan jadi tujuan terakhir volunteer saya (jika diterima).

    Cheers,
    Lutfi Zakaria

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s