Liburan kenaikan kelas bulan Juni dan Juli 1998. Hari-hari saya sebagai anak SMP diisi dengan bergadang nonton pertandingan-pertandingan di Piala Dunia Prancis lewat layar TV, Piala Dunia yang saya ikuti dari awal hingga akhir; berbeda dengan Piala Dunia Amerika Serikat 1994, yang mana ingatan saya sekedar diisi oleh gagalnya penalti Roberto Baggio di final melawan Brazil, tertunduk lesu tatkala tendangannya terlalu tinggi di atas mistar gawang Claudio Taffarel.
Di Piala Dunia Prancis 1998 itulah pertama kalinya saya melihat sekumpulan anak dengan bangga membawa bendera tim nasional masuk ke lapangan sesaat sebelum lagu kebangsaan dikumandangkan. Saya membatin, suatu saat saya mau ada di sana. Harapan yang secara ajaib terkabul 20 tahun kemudian, ketika saya terpilih jadi relawan Piala Dunia Rusia 2018. Saya menjadi salah satu yang beruntung menggenggam bendera raksasa Argentina saat laga melawan Prancis di 16 Besar. Meski tim favorit saya harus gagal melaju ke babak selanjutnya, dan saya hanya bertugas sampai perempat final saja, pengalaman menjadi relawan FIFA sungguh akan selalu saya kenang dan ceritakan.
Dari rentetan kisah yang saya tulis lewat blog ini, mulai banyak pesan masuk dari mereka yang juga ingin mencicipi pengalaman serupa. Dengan senang hati saya tentu menjawab. Lebih-lebih, ketika akhirnya pendaftaran untuk menjadi relawan Piala Dunia Qatar 2022 dibuka, tiap hari ada saja pertanyaan yang dilontarkan ke saya. Kak, bagian ini diisi apa ya? Kak, nanti wawancaranya susah nggak? Kak, mau tips dapetin sponsor dong kalo terpilih!
Jujur, meski formulir saya isi sepenuh hati, saya sebenarnya ikut daftar cuma supaya tau prosesnya bagaimana, biar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Entah mengapa saya tidak sepercaya diri itu akan bisa diterima lagi. Bayangkan, yang daftar aja mencapai hampir 500,000 dari seluruh dunia, dan relawan internasional yang diterima hanya 5,000! Makin tambah nggak yakin ketika mulai banyak yang mengabarkan kalo mereka sudah dapat tawaran posisi. Proses saya mandek belum ada update apa-apa! Ahaha.
Baru deh di akhir bulan Agustus, datang email yang membuat hati saya kebat-kebit. Saya diundang wawancara! Dua hari setelahnya, saya langsung dapat tawaran posisi di bagian Ticketing dan yang paling bikin saya kegirangan, saya bakal bertugas di Stadion Lusail, stadion tempat final diselenggarakan. ASTAGA! Kali ini saya dapat kesempatan untuk jadi relawan FIFA sebulan penuh gais! Tapi semangat itu mendadak layu seketika karena Qatar hanya memberi waktu seminggu untuk konfirmasi tiket pesawat kedatangan.
Tentu tidak mengherankan jika harga pesawat menuju Qatar meroket selama periode Piala Dunia. Melihat angka puluhan juta di online travel agency membuat nyali saya ciut. Belum biaya sewa tempat tinggal (saat itu Qatar belum mengkonfirmasi kalau relawan internasional mendapat akomodasi), tagihan-tagihan yang tetap harus dibayar selama tidak mendapat gaji dari kantor (saya unpaid leave selama 5 minggu), serta hidup di Qatar yang cukup mahal (dengan uang Rp. 50,000 paling cuma dapet sepotong sandwich atau kebab). Gimana nih?
Hati kecil saya nggak mau menyerah begitu saja. Mengikuti jejak di Piala Dunia Rusia 2018, saya pun bertekad menyebar proposal lagi untuk mencari sponsor. Saya tetap harus berusaha supaya nggak ada rasa sesal kalaupun harus gagal. Malam itu juga sepulang ngajar saya nggak langsung istirahat. Saya menyusun lembaran presentasi hingga dini hari dan langsung gerak cepat mengirim ke sana ke sini. Saya juga membuat akun di Nih Buat Jajan untuk sekedar menambah pemasukan dari recehan demi recehan.
Sosial media tidak luput saya manfaatkan untuk meminta doa dan dukungan. Tiap hari ada saja nama-nama yang direkomendasikan. Walaupun saya nggak punya kontak langsung ke mereka, proposal tetap saya kirim lewat channel yang tersedia: email, direct message di Instagram, titip ke orang, sampe beberapa kali sengaja ke mal mewah di Jakarta dengan harapan bertemu satu atau dua orang tokoh ternama untuk bisa diberikan proposal secara langsung. Asisten rumah tangga artis sultan pun sempat saya hubungi. Saya bisa terbangun tengah malam karena tiba-tiba mendapat “wangsit” serta bergegas membuka laptop dan mengirim proposal saat itu juga.
Saya seniat itu. Pokoknya minimal harus dapet sponsor untuk tiket pesawat.
Ketika batas waktu yang diminta Qatar pun lewat tapi sponsor belum dapat, saya nekat memasukkan tanggal dan kode penerbangan yang belum saya pesan sama sekali. Tahap demi tahap menjadi relawan tetap saya jalani: orientasi, pelatihan online, daftar visa, briefing, hingga memilih jadwal kerja. Selama itu juga saya terus mengirim proposal yang kalau dihitung mencapai lebih dari seratus perusahaan, tokoh, dan artis. Sudah sejauh ini, saya harus yakin mimpi saya lagi-lagi jadi kenyataan. Saya harus yakin terkabul.
A miracle happened.
Kurang dari seminggu dari tanggal kedatangan yang saya kirim ke komite di Qatar, saya diminta menghadiri video call. Video call yang membuat saya tersedu-sedu. Bagaimana tidak? Saya mendapat kabar kalau Pak Menteri BUMN Indonesia bersedia mensponsori tiket pesawat saya ke Qatar!! Saat itu saya memang tidak berbicara langsung dengan beliau, karena beliau kebetulan sedang tidak enak badan. Tapi dukungan beliau masuk ke rekening saya. Angka yang cukup untuk membeli tiket pulang pergi Jakarta – Doha – Jakarta. Angka yang meringankan kesulitan utama saya dalam menjadi relawan FIFA.
Terima kasih Bapak Erick Thohir. Sungguh, saya nggak tau cara membalas kebaikan ini. Bapak telah menjadi pintu untuk saya mewujudkan harapan. Menjadi jawaban atas wejangan untuk jangan pernah takut bermimpi, untuk jangan pernah menyerah.
Beberapa waktu lalu, saya didatangi almarhumah ibu seorang sohib lewat mimpi. Kenapa nyokap lo ke mimpi gue ya? Kami kan nggak pernah tatap muka, tanya saya heran. Jawaban sohib saya, Namanya juga satu frekuensi. Mirip-mirip kalian berdua emang. Kalo udah satu energi gitu, ada aja jalan ketemunya.
Saya dan Pak Erick Thohir mungkin seperti itu. Anehnya nama beliau tidak pernah terbersit untuk dikirimi proposal, padahal saya tau persis beliau punya minat besar di olahraga, sepakbola khususnya. Jalan saya “bertemu” beliau pun juga cukup berliku. Bermula dari sekedar menitip proposal ke sahabat saya, Dini, dengan pesan “Kirim ke siapa aja boleh.”, siapa sangka dari tangan Dini, berlanjut ke tangan-tangan lainnya sampai akhirnya menemukan frekuensinya sendiri…
Pak, tulisan ini tentu tidak cukup sebagai timbal balik atas hal yang telah bapak berikan, bapak membantu tanpa embel-embel saya harus begini dan begitu, bapak sejatinya hanya ingin mewujudkan mimpi seseorang. Terima kasih. Terima kasih. Terima kasih. Semoga Allah senantiasa memberi limpahan berkah dan karunia ke bapak. Aamiin.
Saya siap datang ke Piala Dunia FIFA 2022! Di Qatar, saya ingin menyebut Indonesia dengan bangga sebagai negara saya berasal, dan tentunya ambil bagian dalam menyukseskan pertandingan di stadion tempat saya bertugas.
wwooooww!! keren kak!
ga sabar nhi baca cerita relawan piala dunia 2022.
congrats kak, hati2 dijalan!
Terima kasih! Ditunggu ya ceritanya. Doain di sana lancar-lancar.
Wohooooo, selamaattt kakaaa
Merindiiinggbgt bacanyaaa
Waktu dikau posting IG story yg ngetag para artis sultan utk dpt sponsor itu, aku auto ikut berharap dan yakiiinn bgt kalo proposal itu akan ketemu jodohnya
Alhamdulillah 😍💪
Alhamdulillaah terima kasih untuk doanya yaa. Doain di sana juga lancar-lancar sampai nanti pulang ke Indonesia. Aamiin.
Dari cerita ini aku jadi tau kalau mimpi yg kita punya itu mungkin saja menurut orang² itu tidak akan bisa jadi kenyataan tpi yg terpenting kit punya niat yang besar, usaha dan doa yg tidak pernah berhenti maka semua akan menjadi mungkin.
Aku jadi terharu dengan kalimat penutup “Saya siap datang ke Piala Dunia FIFA 2022! Di Qatar, saya ingin menyebut Indonesia dengan bangga sebagai negara saya berasal”
Terimakasih banyak untuk tulisan yg yg diceritakan dengan bahasa yg sederhana sehingga mudah dipahami.
Ditunggu cerita² selanjutnya kaka