Merhaba! Mendapat kesempatan ada di ajang internasional, meski hanya sekedar tenaga bantu, tentu tetap memberi pengalaman luar biasa. Saya bisa berkenalan dengan banyak teman dari beragam negara dan mempelajari budaya mereka, serta berinteraksi dengan penonton dari penjuru dunia. Selama hampir satu bulan menjadi relawan FIFA di Qatar, saya memanfaatkan momen itu untuk menjalin percakapan dengan orang baru di setiap kesempatan. Beberapa akan saya ceritakan di tulisan ini.
Hari pertama saya tiba di Barahat Al Janoub, klaster tempat relawan tinggal, Rami Harran menjadi resepsionis yang membantu urusan kunci kamar. Waktu dia bilang teman sekamar saya kayaknya bakal sesama orang Indonesia, saya protes. Saya bilang saya nggak mau udah jauh-jauh ke Qatar, bakal tinggal 5 minggu, trus masih harus ngomong Bahasa Indonesia. Akhirnya sama Rami saya dibikin nggak punya teman sekamar sekalian. Katanya biar saya bosan, trus akhirnya ke luar kamar dan ngobrol pake Bahasa Inggris sama dia. Rami asal Lebanon.
Sajid adalah orang yang membantu saya membawa koper seberat 23 kilogram dari lantai dasar ke lantai 2 tempat kamar saya berada. Saya sampe nggak enak. Tapi dia sangat ramah dan bahkan berpesan kalo perlu apa-apa, tinggal panggil dia saja. Di Barahat Al Janoub pekerjaan Sajid adalah tukang bersih-bersih. Di pagi hari kalau kebetulan saya sedang ke luar menghirup udara segar, lelaki asal India ini selalu menyapa dan bertanya apa saya perlu bantuan. Dia juga sudah bilang kalo nanti saya pulang, dia bersedia membawa koper saya lagi meski beratnya 50 kilogram pun.
Kendaraan umum juga menjadi tempat saya berkenalan dengan orang baru. Dalam banyak kesempatan di Metro, bermodalkan senyum dan sapaan singkat, saya sering memulai percakapan. Ada bapak dan anak asal Jepang. Nama anaknya Tsuya. Bapaknya saya nggak nanya. Kami berbincang banyak tentang hal berbau Jejepangan. Mereka cukup terkejut karena tau di Indonesia kultur Jepang begitu populer. Bahkan bapaknya Tsuya kaget saya tau serial TV Oshin yang menjadi tontonan awal tahun 90an. Lalu ada juga Pato asal Meksiko, seorang single parent dengan dua anak berusia 9 dan 10 tahun. Kami ngobrol tentang makanan dan ternyata sama-sama bawa saus sambal dari negara masing-masing. Akhirnya tukeran deh.
Kembali dari Metro, ada satu keluarga yang saat itu sedang dalam perjalanan pulang. Awalnya anak-anak mereka cekikikan liat saya. Tapi bukan yang ngeledek gitu, kayak malu-malu. Salah satu dari mereka lalu menyapa “Hello, where are you from?” dan detik itu juga obrolan kami langsung mengalir heboh. Remaja-remaja perempuannya menyukai K-Pop dan mereka antusias banget bercerita tentang BTS dan terutama Jungkook yang saat itu dijadwalkan manggung di upacara pembukaan Piala Dunia 2022. Adik mereka, akan berulang tahun, dan ketika saya tanya dia mau hadiah apa, jawabnya, “I don’t want anything. If you’re Muslim it’s haram to celebrate birthdays.” Wow! Sayang, saya sama sekali nggak inget nama mereka karena sulit diucapkan.
Beberapa relawan yang saya temui juga punya cerita sendiri. Ada relawan asal Palestina bernama Ahmad, yang duduk di samping saya dalam perjalanan pulang di bus. Beliau sudah tinggal 14 tahun di Malaysia jadi ketika kami ngobrol, beliau membalas saya dengan Bahasa Melayu. Haha. Saat ini Ahmad sedang mengambil gelar doktor di universitas di Jogja!
Lalu ada Kezia asal Ghana. Dia sudah mengikuti akun Instagram saya sejak Piala Dunia 2018. Saat itu dia banyak bertanya tentang proses penerimaan relawan, sayangnya Kezia belum beruntung terpilih. Tahun ini dia akhirnya mendapat kesempatan jadi relawan dan kami akhirnya saling berjumpa setelah sebelumnya selama 4 tahun cuma komunikasi lewat DM Instagram.
Yang terakhir, saya bertemu pendukung Maroko. Maroko yang saat ini jadi perbincangan karena mengalahkan Portugal untuk melaju ke semifinal, menjadi negara yang menarik perhatian dunia. Melihat dia jalan-jalan dengan bendera Maroko, saya pun ingin berfoto dengannya. Dengan malu-malu dia mengiyakan. Setelahnya, karena dia jalan-jalan sendiri, dia minta tolong saya untuk mengambil beberapa foto dia juga dengan kamera besarnya. Untung dia suka dengan hasil jepretan saya. Kami tidak saling bertukar nama, namun beberapa jam setelah berpisah, kami nggak sengaja ketemu lagi di pusat perbelanjaan.
Saya menyadari, mungkin kami hanya akan bertemu satu kali itu saja, dengan teman satu area kerja pun mungkin tidak akan ngobrol lagi setelah kami kembali ke negara masing-masing, tapi saya yakin, tetap ada kenangan dan cerita tentang mereka yang saya simpan, untuk nanti saya ingat-ingat kembali. Saat ini saya masih di Qatar, dan pasti akan bertemu lebih banyak orang lagi!
Cek juga keseruan saya jadi relawan Piala Dunia FIFA 2022 Qatar di highlights Instagram Stories @PsychoFat!