Bused! Saya sampe nggak sadar kalo belum sempat bikin ulasan tentang buku ini. Serius deh. Perasaan tuh udah sempet ditulis. *ah perasaan Dek Mita saja* Saya inget-inget, apa yang bikin saya lupa, eh rupanya (kayaknya) setelah Dilan ini langsung ada satu buku bagus yang saya baca, trus kebetulan lagi ada banyak ide untuk nulis novel, jadilah review buku Milea: Suara dari Dilan terlupakan.
Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu.
Milea: Suara dari Dilan adalah buku ketiga tapi kok seperti bukan buku ketiga. *eh gimana deh?* Setelah sebelumnya Dilan hadir dalam 2 buku berjudul Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 dan Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991, kali ini Dilan hadir kembali dengan kisah tentang… ya masih tentang dirinya, dan tentang Milea. Yang membedakan, dua buku pertama ditulis dari sudut pandang Milea, sedangkan buku ketiga ini dari sudut pandang Dilan sendiri.
Kita harus berterima kasih ke pahlawan. Tanpa mereka Indonesia nggak merdeka. Kalo sekarang masih dijajah, aku nggak akan ketemu kamu. Kan aku gerilya ke hutan. (Dilan ke Milea)
Dilan masih Dilan yang lucu dan ngaco. Lewat tuturnya, segala kejadian yang Milea ceritakan jadi terseimbangkan. Segala salah paham itu, segala dugaan-dugaan itu… Ah, baca sendiri aja lah dan siap-siap baper! Kalo bisa ke Bandung saat ini juga, saya mau datangi Pidi Baiq si penulisnya. Mau saya bilang, “Sudah, nggak usah bikin buku kayak tentang Dilan dan Milea. Bikin anak orang yang baca jadi nangis.”
Milea: Suara dari Dilan adalah satu dari sedikit buku yang dialognya begitu alami dan jujur apa adanya, pas garam dan bumbunya. Mengaduk perasaan; padahal bukan drama Korea. Kalo kamu mau baca ini, baca dulu buku pertama dan kedua yang ulasannya pernah saya tulis: [Review] Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Dan 1991)
Selamat terkenang-kenang masa pacaran waktu seragam masih putih abu-abu. Selamat halu punya pacar kayak si Dilan. Selamat gemets karena dunia ternyata bisa dengan kejam mempermainkan cinta manusia.
Tak berjodoh padahal harusnya bisa berjodoh… It sucks really!
Belum baca ketiga buku Dilan. Baru-baru ibi malah tau ttg buku ini. Saat banyak tmn aplot di fb ttg Dilan. Wkwk. Ketinggalan bgt sih aku. Penasaran deh jadinya.
Dilan seru lho bahkan untuk wanita usia kepala 3 kayak kita.