Agak berat menuliskan tentang perjalanan saya ke Singapura di tanggal 12 April 2017 yang lalu. Berat karena sebenarnya liburan ini saya persiapkan untuk Mama, yang selama 3 tahun belakangan kondisi kesehatannya sudah tidak sebaik dulu namun beliau masih suka minta diajak jalan-jalan. Terakhir liburan bersama, kami pergi ke Thailand di 2013. Lalu Mama bilang, Mama mau lihat Tulip di Belanda. Kami pun menabung 2 tahun lamanya. Sayang, 2015 Mama harus masuk ICU karena sesak napas. Tahun 2016, saya dan suami membeli tiket ke Singapura untuk kami sekeluarga beserta adik, ipar dan keponakan. Perjalanan batal, saat itu ada penyakit menular yang sempat heboh diberitakan. 2017, ketika Garuda Indonesia promo tiket Rp. 590,000 pulang pergi Jakarta-Singapura, tanpa pikir panjang saya pesan 2, untuk saya dan Mama. Lagi-lagi gagal. Mama sakit. Sakit yang membawanya pergi menghadap Illahi tepat sehari setelah saya kembali dari Singapura.
Kenapa Singapura? Well, Mama sangat suka bunga, jadi meski Belanda tak berhasil kami sambangi, harapan saya setidaknya Mama bisa melihat bebungaan yang mekar indah di Gardens by the Bay, salah satu tujuan wisata di Negara Merlion.
Kondisi Mama menurun drastis sebulan sebelum rencana keberangkatan kami. Tapi dalam hati saya masih yakin, Mama akan pulih kembali. Malahan saya sampe terpikir membawa kursi roda dari Indonesia, supaya jalan-jalan Mama lebih nyaman. Memang Tuhan sudah berencana, sampai H-1 Mama belum 100% sehat meski kondisinya makin membaik. Saya pun berangkat sendirian ke Singapura, tanpa tau mau ngapain di sana.
Jujur, segala kegiatan yang saya susun semuanya untuk menyenangkan Mama. Naik duck tour keliling kota lewat darat dan sungai, mampir ke Flowers Dome, tea time di hotel Raffles dan menatap Singapura dari ketinggian Singapore Flyer. Tanpa Mama, rasanya malas sekali saya melakukan hal-hal tersebut. Hingga akhirnya saya tiba di bandara, setelah berluntang lantung saya pun memutuskan ke Bugis, wilayah yang belum pernah saya datangi meski sudah beberapa kali ke negara ini.
Tujuan utama saya adalah Haji Lane. Mencapainya cukup mudah. Tinggal turun di Stasiun MRT Bugis, keluar dari Exit D, putar arah ke kiri, belok kanan, nyebrang jalan dan langkahkan kaki menyusuri trotoar sampai kamu melihat nama-nama jalan yang terdengar Timur Tengah.
Haji Lane terkenal karena dinding bangunannya yang penuh mural. Kalo dari jauh nggak keliatan, tapi begitu udah masuk ke gang dan pandangan kita mulai fokus, di situlah decak kekaguman akan keluar. Muralnya ciamik! Menambah nilai menarik toko-toko dan kafe kecil yang berderet rapi.
Di sekitarnya banyak gang-gang lain yang nggak kalah asik; dengan bangunan khas tempo dulu kamu bakal merasakan percampuran unik warga antara ras Melayu, Arab, Cina, dan juga India. Ada mesjid cukup besar terlihat menjulang. Ramai turis, namun tidak bising. Saya cukup menikmati perjalanan tanpa arah di Bugis ini. Cinderamata khas Singapura terpajang dengan harga dibanderol terjangkau. Kalo nggak ingat pesan Mama, mungkin saya udah membeli beberapa. Beliau tidak minta barang, melainkan coklat untuk diberikan ke teman-teman di sekolah. Rupanya Mama sudah sempat semangat bercerita kalo beliau akan jalan-jalan sama anak perempuannya ini, dan menjanjikan oleh-oleh coklat luar negeri.
Mama… Sungguh tak terbayang bahwa 35 jam setelah saya kembali dari Singapura, Mama akan meninggalkan saya selamanya. Saya menyesal Ma, belum memenuhi keinginan Mama melihat kebun bunga. Semoga Allah menghadiahi hamparan bunga di surga sana. Aamiin…
[Baca wisata gratis Singapura yang lain di: #TravelingHemat Singapura Juga Bisa Murah]
turut berduka ya kak
Terima kasih Winny.
turut berduka Mita..,
Terima kasiiih. 🙂
Aamiin semoga mamamu skrg lagi main di taman bunga di sana ya mba.. Turut berduka mba, semoga selalu tabah.. Btw, muralnya baguuuss bgt, bisa jadi penarik wisatawan ya mba..
Aamiin… Makasih yaaa. Iya muralnya oke-oke banget.