Privet!
Saya pernah ngobrol sama Francesco, saya tanya dia, “Ada nggak hal yang lo suka banget, meskipun lo bukan orang yang jago di bidang itu?” Jawab dia mantap, “Sepakbola. Gue jujur aja sama lo, gue itu dulu pernah main di klub, tapi gue nggak terlalu berbakat, jadi keseringan gue cuma di bangku cadangan. Tapi gue tetep seneng main bola, dan tetep punya cita-cita bisa kerja di bidang ini.”
Sekarang, Francesco kuliah jurusan Olahraga di salah satu universitas di negara asalnya Italia, masih main bola, dan dia punya impian akan jadi semacam instruktur atau penasehat jenis latihan apa yang atlit-atlit perlu lakukan. Dia mau kerja di Inter Milan.
Saya suka orang dengan mimpi-mimpi. Saya juga punya mimpi, tentu saja. Dan menjadi relawan Piala Dunia, seperti yang saya sering sebut di tulisan-tulisan sebelumnya, adalah salah satu mimpi masa kecil yang jadi nyata.
[Baca: Demi Membawa Bendera Argentina, Volunteer Indonesia Rela Berkorban]
Piala Dunia pertama saya adalah 1994 Amerika. Mama saya membelikan satu kaos warna kuning dengan gambar maskot Piala Dunia 1994, seekor anak anjing bernama Striker. Tapi baru di Piala Dunia 1998 saya mengerti permainan ini. Saya keranjingan, tiap hari cuma bergadang nonton bola sampe nenek saya marah-marah karena kebetulan saya selalu nonton TV di kamar beliau. Saya menjagokan Argentina. Tim ini sudah saya pilih sejak 1994 karena alasan sederhana, warna birunya bagus. Sejak saat itu, Argentina selalu jadi negara yang saya jagokan di tiap Piala Dunia.
Di Piala Dunia 1998 itulah, sebagai seorang anak yang baru aja jadi remaja, saya membangun mimpi. Saya iri melihat anak-anak kecil yang digandeng pemain sepakbola masuk ke lapangan. Saya pikir, ah saya nggak ada kesempatan ini mah. Lalu berikutnya, saya melihat barisan pembawa bendera raksasa ke lapangan. Jantung saya berdebar. Saya membatin, ya Tuhan saya mau kayak gitu. Dua puluh tahun kemudian, bisikan harapan saya dikabulkan.

Gelang tanda keikutsertaan saya dalam membawa bendera.
Sebagai penggemar, saya berharap di Piala Dunia 2018 Argentina lolos grup di peringkat pertama. Tapi perjuangan mereka nggak mulus. Seri di pertandingan pertama lawan Islandia, kalah di pertandingan kedua lawan Kroasia, maka ketika mereka meraih kemenangan di pertandingan terakhir lawan Nigeria, saya yang saat itu nonton bareng Jihuai di FIFA Fan Fest langsung sujud, melonjak dari duduk, dan menjerit kegirangan. Mereka lolos di peringkat kedua yang artinya mereka bakal main di Kazan Arena tempat saya bekerja.
Saya gemetar. Keesokan hari saya mengirim pesan ke Nelly manajer tim untuk minta kesempatan membawa bendera Argentina ke tengah lapangan, posisi ini biasanya hanya untuk relawan yang kerja di bandara dan kantor akreditasi karena mereka jarang ke stadion, sedangkan saya anak ticketing. Saya bilang ke Nelly, ini momen penting dan betapa saya begitu mengidolakan mereka, sekaligus sedikit memberi gambaran bahwa saya udah berdedikasi tinggi selama jadi relawan. Nggak bermaksud nyombong, tapi kita harus nunjukin kerja keras kalo mau dilirik kan? Malam sebelum pertandingan berlangsung, saya mendapat email dari Volunteer Center yang menyatakan kalo saya resmi menjadi salah satu pembawa bendera Argentina!
Nangis saya.
Di hari ketika saya dan relawan lain harus latihan membawa dan memegang bendera, berkali-kali air mata saya menetes kembali. Menit-menit sebelum kami masuk lapangan, berdesir jiwa ini melihat sebegitu banyak pendukung Argentina datang. Saya akan ada di tengah mereka, membawa bendera dengan bangga. Tak lupa mengirim pesan ke Papa: Pa, ogut kebagian ke tengah lapangan nanti bawa bendera Argentina sebelum lagu kebangsaan. Nggak keliatan di TV sih muka ogut tapi kalo Papa nonton, Papa tau ogut ada di lapangan sana.
Dan saat yang dinantikan itu pun tiba. Musik berkumandang di seantero lapangan beradu dengan sorak sorai penonton di stadion. Kaki saya melangkah mantap, mata saya menatap ke segala penjuru, menyerap semua dengan baik, menyerap sebanyak-banyaknya apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan. Ketika bendera akhirnya terbentang, stadion makin bergemuruh, dan saya nggak bisa menyembunyikan senyum. Perlahan air mata kembali menggenang di pelupuk.
Walau Argentina kalah lawan Prancis dan perjuangan mereka di Piala Dunia 2018 kandas, saya tetap bersyukur telah diberi kesempatan membawa bendera mereka, melihat Maradona, serta menyaksikan mereka main secara langsung. Ini akan jadi pengalaman yang akan saya ceritakan turun temurun. Tuhan, terima kasih telah menjawab doa-doa saya, menjadikan nyata mimpi-mimpi yang saya peluk.
Nantikan cerita saya selanjutnya ya! Dan cek hestek #CatatanRelawanPialaDunia di Instagram untuk melihat foto-foto kegiatan saya di Piala Dunia FIFA 2018 Rusia.
Dasvidaniya!
Selamat bertugas kaaaak 💞
Terima kasih!
Semangaaaat!!!
Asyik bisa lihat langsung Maradona….
Gw ngefans banget ama dia.., tolong sampaikan salam gw tuk dia yah! 😎😎
Haha! Saya beruntung banget bisa liat dia. Karena dia duduk di VIP dan itu tertutup. Di balkon atas. Saya kebetulan pas di balkon dia pas Argentina skor jadi dia kegirangan dan berdiri. Udah deh pas banget keliatan langsung. Gemeterrr.
Wah jadi ngiri…..
Bisa dibawa pulang ke Indonesia ga itu si Maradona..😄😄
Aku pengen belajar main bola langsung ama dia..nanti dia aku ajarin makan pete..😅😅
Keren 👍
Terima kasih! Kamu juga keren.